Minggu, 07 November 2010

inklusifisme

Pemahaman inklusifisme
Inklusifisme berbeda dengan pluralisme yang lebih berani mengatakan bahwa semua agama adalah jalan kebenaran menuju kepada satu kebenaran Mutlak , namun Inklusif tak lebih dari hanya kerendahan hati kita untuk mengakui eksistensi ajaran agama lain, bahwa semua agama dalam batasan duniawi merupakan sebuah pemahaman yang baik dan menganjurkan umatnya untuk melakukan hal-hal yang tidak bertentangan dengan hati nurani, karena bagi penulis ajaran Agama yang tidak sesuai dengan kecocokan hati bukanlah agama. Di Indonesia gagasan ini dikemukakan oleh Cak Nur, seorang Guru bangsa yang dengan gagasnnya membawa muridnya ke sejumlah gerbang pemikiran baru tentang keislaman dan kemoderenan .
Gagasan ini berawal dari fakta multikulturalisme dan pluralitas yang memang menjadi sunnatullah sebagaimana tersebut dalam surah Al-Hujurat:13, dalam keniscayaan keragaman itulah benih-benih konflik terus mengakar menjadi sebuah Bom waktu yang siap meledak kapan saja. Lalu mengapa disebut inklusif ? apakah tidak cukup dengan mengatakan itu sebagi Toleransi keagamaan yang sering diajarakan oleh ibu dan bapak Guru sewaktu kita masih duduk di bangku sekolah dasar, lalu apa bedanya ?
Bagi penulis Toleransi dan inklusifitas merupakan tema yang sama , yaitu sebuah pengakuan ( bukan persamaan ) kepada eksistensi nilai agama-agama yang lain , karena Jikalau dikaji lebih dalam, secara abstrak semua agama mengakui akan “ ke-Esaan Tuhan “ , dan juga jika kita lihat pemakaian kata toleransi tak terlepas dari kultur melayu yang dahulu hinggap di tengah-tengah kehidupan bangsa Indonesia, dan kalaupun sekarang berganti menjadi inklusif itu tak lebih dari banyaknya pembahasaan dari Barat yang masuk ke Indonesia. Inklusifisme tidak mengatakan bahwa semua agama adalah benar dalam kemutlakannya, namun semua agama adalah baik dan benar menurut porsi agama itu masing-masing , Islam adalah agama yang benar menurut kitab suci pegangannya, kristen-pun dalam kitab suci pegangannya merupakan agama yang benar, begitu seterusnya, maka dikenallah istilah Relatifitas Kebenaran , yaitu bahwa tidak ada kebenaran yang bersifat Universal dan mengglobal, karena semua kepala mempunyai pendapatnya masing-masing tentang kebenaran yang diakuinya, namun perlu diyakini kembali bahwa kebenaran itu adalah mutlak adanya , dan tidak ada 2 kebenaran dalam 2 agama sekaligus, dalam artian bahwa hanya satu agamalah yang paling benar, dan itu tergantung dari keyakinan kita secara Individual. bagi saya yang lahir dari kultur keislaman yang kuat , saya sangat meyakini bahwa Islam-lah agama yang paling hebat diantara yang lainnya , ditinjau dari sudut pandang pencarian saya, namun saya berbesar hati untuk mengatakan bahwa tidak Mustahil bahwa agama lainpun mempunyai nilai kebenaran yang sama, karena saya tidak ingin sok tahu dalam membaca dan memahami pesan Tuhan yang begitu misterius, bisa jadi Allah lebih mencintai kaum nasrani dibandingkan oleh orang muslim , siapa yang menjamin ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar